Minggu, 05 Oktober 2008

Peran Daerah untuk Tuntaskan Wajar Diknas Demikian sebuah judul berita di harian umum Republika, yang nampaknya pemerintah akan segera membuat sangsi apabila orang tua tidak menyekolahkan anaknya.

Peran daerah masih sangat dibutuhkan untuk menuntaskan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajar Dikdas) sembilan tahun pada akhir 2008 ini. Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo juga berharap daerah bisa menerbitkan peraturan daerah yang mendukung penuntasan Wajar Dikdas. Misalnya, sanksi kepada para orangtua yang tidak menyekolahkan anaknya.

''Terserah kepada para bupati dan walikota, perdanya seperti apa. Yang jelas orangtua wajib menyekolahkan anaknya, kalau tidak akan kena sanksi,'' ujar Mendiknas, belum lama ini.


Menurut Mendiknas, saat ini sudah banyak daerah yang mampu menyelenggarakan sekolah gratis, berkat ada bantuan operasional sekolah (BOS) dan bantuan dana pendidikan dari APBD setempat. ''Pemerintah juga berusaha mengurangi beban daerah misalnya dengan melaksanakan program buku murah,'' jelasnya.
Direktur Pembinaan SMP Depdiknas Didi Suhardi menambahkan, selama ini dana BOS sudah bisa menutupi sekitar 40 hingga 50 persen biaya operasional sekolah. Namun demikian, ia menyayangkan lemahnya komitmen pemerintah daerah untuk menutupi kekurangan biaya yang dibutuhkan sekolah.

''Lagipula, selama ini isu BOS dan pendidikan gratis sering dijadikan isu dagangan dalam kampanye calon kepala daerah. Tapi, saat terpilih, mereka seperti lupa pada janjinya,'' cetusnya, akhir pekan lalu.

Kekurangan biaya operasional sekolah, kata Didi, seharusnya menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Beberapa daerah yang sudah berkomitmen menyelenggarakan pendidikan gratis, dengan penambahan biaya operasional pendidikan (BOP) di anggaran pendapatan dan pembelanjaan daerahnya (APBD), misalnya DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara.

Untuk itu, kata Didi, Depdiknas dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sedang mendiskusikan tentang kemungkinan adanya nota kesepahaman untuk mengikat para calon kepala daerah yang menggunakan isu pendidikan gratis dalam kampanyenya. ''Nanti, akan ada MoU dengan gubernur, bupati, dan walikota untuk melaksanakan pembagian dana pendidikan,'' ujarnya.

Rencananya, ujar Didi, pemerintah akan menambah besaran dana BOS tahun depan menjadi Rp 12,2 triliun untuk 26 juta siswa SD dan SMP di seluruh Indonesia. Besaran BOS untuk SD sebesar Rp 300 ribu per siswa per tahun dan untuk SMP sebesar Rp 420 ribu per siswa per tahun.

''Tahun depan, Bank Dunia juga akan ikut melakukan penilaian terhadap alokasi BOS karena ikut memberikan pinjaman lunak sekitar 300 juta dolar AS atau 20 persen dari jumlah bos. Namanya Bos KITA (knowledge improvement for tranparancy and accountability),'' jelasnya.

Di sisi lain, kata Didi, mulai tahun 2009 mendatang, besaran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang diterima tiap daerah dipastikan berbeda. Berdasarkan pembahasan antara pemerintah dan Komisi X DPR belum lama ini, penghitungan dana BOS akan didasarkan pada indeks kemahalan daerah dan daya beli masyarakat di tiap daerah. ''Kami harap tak ada daerah yang mempermasalahkan jika biaya yang diterima berbeda karena hal ini kami lakukan untuk memenuhi rasa keadilan setiap siswa,'' ujarnya.

Menurut Didi, mekanisme baru seperti itu lebih memenuhi rasa keadilan bersama terhadap tiap siswa. ''Pasalnya, tidak bisa daya beli masyarakat di satu daerah dengan daerah lain disamakan,'' jelasnya.

Tentang kemungkinan adanya gejolak karena perbedaan penerimaan anggaran BOS di masing-masing daerah, Didi menyebutkan hal tersebut sebagai sebuah proses pembelajaran. ''Ini justru berpegang pada prinsip keadilan. Kalau daerah yang kaya tetap disamakan besarannya antara daerah yang tidak kaya, itu justru kurang adil,'' cetusnya.

Sementara itu, Ketua Komisi X DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) Irwan Prayitno mendukung langkah pemerintah dalam membedakan pemberian dana BOS. Agar akses pendidikan dasar bisa merata, lanjut dia, tak hanya cukup dengan dana BOS, tapi juga APBD. ''Masing-masing daerah mempunyai kemampuan fiskal yang berbeda, jadi tak mungkin menyamakan satu daerah dengan daerah lainnya, dari sisi pemberian dana BOS,'' tegasnya.

Sumatera Selatan dan DKI, ujar Irwan, memiliki APBD yang besar. Dengan demikian, kedua daerah tersebut bisa berdiri sendiri tanpa dana BOS. Yang harus diperhatikan, tegasnya, justru adalah daerah lain yang Pendapata Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Uumum (DAU) yang tak sebesar kedua daerah tersebut.

''Oleh karena itu, BOS harus diutamakan pada daerah-daerah yang APBD-nya kecil. Lalu, harusnya BOS di kota lebih besar daripada BOS di kabupaten,'' jelasnya.


Agar 'Jualan' Pendidikan Gratis tak Melenceng

Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dan DPR RI saat ini sedang membahas kemungkinan untuk mengikat penguasa daerah menandatangani kesepakatan perjanjian guna melaksanakan pendidikan gratis bagi masyarakat. Ini dilakukan lantaran komitmen politik yang selama ini dilakukan belum sesuai dengan harapan.

''Kampanye pendidikan gratis yang kerap menjadi 'jualan politik' calon bupati, walikota, dan gubernur umumnya selama ini tidak diikuti dengan komitmen yang tinggi ketika mereka telah terpilih sebagai pemimpin daerah,'' ujar Direktur Pembinaan SMP Depdiknas Didi Suhardi kepada pers, akhir pekan lalu.

Akibatnya, kata Didi, janji politik itu belum sesuai seperti yang diharapkan masyarakat pemilihnya. Oleh karena itu, Depdiknas dan DPR kini sedang membahas suatu formulasi agar pendidikan gratis bisa terwujud dengan adanya kesepakatan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, kabupaten/kota untuk menanggung biaya pendidikan itu. ''Nanti akan ada nota kesepahaman dengan gubernur, bupati, dan walikota untuk melaksanakan sharing dana pendidikan,'' jelasnya.


Perguruan Tinggi Dilibatkan

Perguruan Tinggi tak luput dari bidikan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dalam rangka meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) nasional sebesar 95 persen pada 2009. Berdasarkan data yang ada pada Depdiknas, masih ada 111 kabupaten/kota yang APK-nya di bawah 80 persen. Wajar bila perguruan tinggi diharapkan juga bisa memberi kontribusi.

''Kami akan terus mengupayakan supaya jumlah daerah yang APK-nya rendah bisa meningkat menjadi lebih dari target nasional. Kami akan melakukan kerja sama dengan pemerintah, lembaga nonpemerintah, termasuk perguruan tinggi,'' ujar Direktur Pembinaan SMP Depdiknas, Didi Suhardi.

Menurut Didi, kerja sama dengan perguruan tinggi tersebut berupa KKN tematik percepatan program wajib belajar pendidikan dasar (wajar diknas) sembilan tahun dan sarjana penggerak wajar dikdas. Lebih jauh Didi menyatakan, sudah ada sekitar 15 perguruan tinggi negeri (PTN) yang berkomitmen menyelenggarakan KKN Tematik Wajar Dikdas. Di antaranya UGM, Universitas Brawijaya, dan universitas eks IKIP. ''Program ini juga terkait peningkatan mutu, jadi tak sekadar mengejar kuantitas Wajar Dikdas sembilan tahun,'' jelasnya

0 komentar: